Oleh: Hana Lisvanti
Hari yang sangat
melelahkan. Tetapi tetap saja saya menikmatinya dengan sepenuh hati. Rutinitas
tiada henti yang saya lakukan setiap hari seakan tak pernah berujung pada muara
yang diimpikan. Itulah hidup manusia. Seiring bergulirnya waktu, roda hidup
setiap perjalanan manusia masih terus berputar dan terus berputar serta selalu
membawa perubahan.
“Sudah selesai,
Bu!” Rara menyerahkan hasil tulisan khatnya kepada saya.
“Bawa kemari, Bu
Guru mau melihat hasil karyamu hari ini !” kata saya sambil menerima kertas
dari Rara. “Wah, bagus sekali! Ini sudah lebih baik dari yang sebelumnya.
Tetapi, besok harus lebih bagus lagi ya.”
“Iya, Bu. Saya
boleh pulang sekarang ya, Bu,” kata Rara merajuk manja.
“Iya, boleh.
Tetapi Rara harus menunggu jemputan dulu ya,” jawab saya.
“Bu guru baik deh.
Terima kasih ya, Bu. Assalamu’alaikum!” Rara menyalami saya.
“Wa’alaikum salam.
Ma’as salaamah! ”
“Fii
amaanillah.” Rara berlari keluar kelas.
Rara, bocah
perempuan berusia 9 tahun itu adalah murid saya yang sekarang duduk di kelas 3
sekolah dasar. Pergaulan Rara dengan teman-temannya sama seperti anak-anak pada
umumnya. Suka bermain, usil, jahil, cerewet, bahkan terkesan tidak pernah diam
jika ada di kelas. Yang paling membuat saya tertawa ketika dia meniru gaya princess
atau cherrybelle. Tetapi setiap ada pembelajaran Bahasa, dia selalu
mengamati dengan saksama dari setiap penjelasan saya. Saya menangkap ada
sesuatu pada diri Rara.
Bukan hanya Rara saja
yang menjadi objek pengamatan saya ketika saya mengajar di kelas. Setiap anak
didik saya pun menjadi objek pengamatan saya. Kebersamaan dengan mereka setiap
harinya membuat saya akrab dengan mereka. Dengan keakraban yang saya ciptakan
itu, saya bisa menggali cerita demi cerita yang indah dari mulut mereka. Saya
bisa mengetahui rasa ketertarikan mereka terhadap suatu hal. Dengan begitu saya
tahu apa yang mereka suka dan apa yang mereka inginkan.
Dari keberagaman
sifat, karakter, kecerdasan bahkan latar belakang sosial yang dimiliki oleh
anak didik saya tadi, saya mulai berpikir untuk menerapkan gaya belajar sesuai
dengan kebutuhan mereka. Maka saya menerapkan pembelajaran yang santai dan
menyenangkan bagi mereka. Saya juga mulai memahami mereka satu per satu dan
mulai berusaha menemukan kecerdasan yang
mereka miliki.
Saya semakin
menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh Rara adalah Kecerdasan
Linguistik atau lebih dikenal dengan istilah “Word Smart”.
Pengertian dari Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan seseorang atau individu
dalam mengolah serta menggunakan kata dengan sangat baik, dilihat dari lisan
ataupun tulisan. Rara adalah tipe anak yang sangat mudah sekali mempelajari
bahasa percakapan, bisa menceritakan ulang informasi yang sudah diperoleh,
menyukai seni peran dalam drama, suka berdiskusi, dan yang paling penting, Rara
suka bicara di hadapan orang banyak.
Setelah saya
menemukan Kecerdasan Linguistik yang dimiliki oleh Rara, saya mulai menggali
potensi yang ada pada Rara. Dengan hafalannya yang kuat, saya mengarahkan Rara
untuk menghafalkan pidato Bahasa Arab. Pada awalnya dia menolak, tetapi setelah
saya motivasi, dia bisa menerimanya. Pada acara Festival Bahasa, Rara
menyampaikan pidatonya dengan penuh semangat dan nyaris sempurna. Rara sangat
percaya diri meskipun dia sadar dia masih duduk di kelas III Sekolah Dasar.
Orang tua Rara pun sangat bangga atas prestasi yang sudah dicapai oleh anaknya
Goresan pena Rara
juga sangat bagus, baik tulisan latin maupun tulisan Arab. Saya mencari celah
dari kemampuan Rara ini. Saya ajari dia khat (menulis tulisan Arab sesuai
dengan kaidah yang benar). Saya sengaja mengajari dia khat karena saya berpikir
bahwa tidak semua anak bisa menulis Arab dengan baik. Ini adalah bakat Rara
yang harus saya kembangkan. Di setiap waktu luang di luar jam pelajaran, saya
memberi dia latihan khusus untuk belajar khat. Saya motivasi dia agar dia tidak
pernah bosan dengan apa yang dia lakukan. Dengan senang hati Rara mendengarkan
kata-kata saya.
Impian saya untuk
menunjukkan keberhasilan Rara di mata dunia tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan. Seringkali Rara merasa sangat jenuh dengan apa yang dia
kerjakan. Pun saya juga demikian. Terkadang saya sudah merasa sangat lelah
untuk meneruskan membimbing Rara. Bagaimana tidak? Pada saat itu, saya baru
saja melahirkan putri ke dua saya. Saya memutuskan untuk membawa putri saya ke
sekolah agar saya bisa memberikan ASI eksklusif kepada putri saya.
Alhamdulillah, Bapak Kepala Sekolah saya yang baik hati mengizinkan. Saya tidak
berharap banyak pada waktu itu. Yang ada dalam benak saya, saya harus bisa
melaksanakan tugas saya sebagai guru secara profesional dan membimbing anak
didik saya ke gerbang keberhasilan mereka meskipun keadaan saya terbatas.
Pada awalnya, ini
sangat sulit sekali, saya rasakan tugas saya menjadi sangat berat. Pagi hari,
sambil menngendong putri saya, saya mengajak anak didik saya mengenal hal-hal
baru yang belum mereka ketahui sebelumnya. Mereka tidak pernah mempermasalahkan
keadaan saya. Kalau putri saya menangis karena lapar minta ASI, saya juga
meminta waktu sebentar kepada mereka. Bahkan rasa toleransi mereka semakin
terasah dengan keadaan kelas seperti ini. Capek sudahlah pasti. Lelah juga
kadang tak tertahankan. Tetapi keinginan saya untuk membuat Rara berprestasi
tidak akan pernah surut. Saya harus bisa membagi waktu saya semaksimal mungkin
agar semua berjalan sesuai rencana saya.
Waktu demi waktu
saya lalui. Tiba saatnya Rara akan mengikuti lomba MAPSI ke-20 tahun 2017
cabang Khat di tingkat Kecamatan Tayu. Saya tetap membimbing Rara &
memberikan motivasi kepadanya. Rara juga masih sangat bersemangat untuk
berlatih. Saya juga tak mau kalah semangat dengan Rara.
Dalam perlombaan
itu, hanya Rara peserta yang duduk di kelas III SD. Peserta yang lain rata-rata
sudah duduk di kelas 5 dan 6 SD. Saya tak henti menyemangatinya agar tidak
menyerah dan terus berusaha mengikuti lomba dengan baik. Hasil jerih payah kami
tidak sia-sia. Rara mendapatkan juara III dalam lomba MAPSI ini. Saya sangat
bersyukur sekali. Orang tua Rara juga tak kalah bangga karena putrinya sudah
bisa mencapai prestasi luar biasa dan membawa nama baik sekolahnya.
“Selamat ya, Rara.
Kamu memang hebat! Bu Guru bangga sekali padamu,” kata saya memberikan ucapan
selamat kepada Rara.
“Terima kasih Bu
Guru, Bu Guru juga hebat karena Rara mendapat juara,” jawab Rara senang.
“Iya, sama-sama,
tetapi Rara janji ya, Rara harus menjadi Juara I ya,” saya tak henti memberi
semangat kepadanya.
“Siap, Bu, Insya
Allah,” jawab Rara lagi.
Kegembiraan yang
terpancar di wajah Rara tidak bisa disembunyikan lagi. Setelah saya memberi
selamat kepada Rara atas prestasinya itu, saya memberikan hadiah kecil untuknya
sebagai tanda penghargaan atas semua usaha yang selama ini sudah dilakukan.
Penghargaan itu akan terus memacu semangatnya untuk berbuat lebih baik dan
lebih berprestasi dari sebelumnya.
Rara adalah satu
di antara anak didik saya yang lain yang sudah tampak kecerdasan bahasanya.
Masih banyak anak didik saya yang lain yang masih menunggu saya untuk dibimbing
sesuai dengan kemampuan, bakat dan kecerdasan yang mereka miliki. Maka, mari
kita temukan potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak didik kita agar kita
bisa mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan hidup mereka kelak.
Profil Penulis:
Hana Lisvanti,
berprofesi sebagai guru di Fullday School SD Muhammadiyah Margomulyo, Kecamatan
Tayu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Meskipun belum banyak pengalaman
dalam bidang menulis, tapi ia bertekad untuk memulai menapaki dunia literasi
agar bisa menjadi guru yang berwawasan dan selalu mencari inovasi dalam dunia
pendidikan. Kegemarannya berpetualang membawanya menemui hal-hal baru yang
menjadi sumber inspirasi baginya untuk terus memperbaiki diri. Jurus mautnya
“Man Jadda Wajada” telah memberikan semangat untuk dirinya sendiri maupun
murid-muridnya selama 17 tahun masa pengabdiannya kepada dunia pendidikan,
bahkan sampai saat ini. Cita-citanya saat ini adalah menumbuhkan budaya
literasi untuk murid-muridnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar