Jumat, 03 April 2020

Guru Bisa, Siswa Bisa, SMK Bisa (Contoh Tulisan Guru Penggerak)

Oleh: Zahrani Harahap
Tantangan terbesar bagi seorang guru yang mengajar di SMK terutama bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa yang didominasi dengan siswa laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah “Kesabaran”. Setidaknya hal tersebut yang saya rasakan selama 9 tahun ini. Menghadapi siswa dengan umur yang dikategorikan dewasa namun sifat kekanak-kanakan ketika masih di SMP tetap terbawa di sini. Selain sebagai guru, kita juga harus bisa menempatkan diri sebagai seorang kakak bagi mereka, karena dengan umur seperti mereka memiliki masalah yang kompleks. Dari permasalahan keluarga, rasa suka terhadap lawan jenis dan rencana apa yang akan dilakukan setelah lulus dari SMK.
Di sini, peran guru sangat diharapkan. Sebagai guru, kita harus memberikan nasihat-nasihat yang baik dengan bahasa yang baik pula. Agar siswa merasa termotivasi melalui nasihat-nasihat yang kita berikan. Selain itu agar siswa juga tidak merasa sepenuhnyadiadili” karena kesalahan-kesalahannya. Seumuran mereka lebih senang didengar keluhannya daripada divonis salah.
Pernah suatu ketika, seorang siswa menghampiri meja kerja saya sambil meneteskan air mata. Ia bercerita bahwa ia merasa kecewa dengan salah seorang guru yang meruntuhkan harapan-harapannya untuk dapat melanjutkan pendidikannya di PTN lewat jalur SNMPTN. Guru tersebut berujar padanya bahwa untuk kuliah itu tidak harus di PTN, di swasta juga bisa. Dan secara spontan dengan penuh amarah siswa tersebut menjawab, “Bapak bisa berkata seperti itu karena Bapak seorang Pegawai Negeri, sedangkan orangtua saya hanya seorang buruh pabrik. Kalau saya bisa masuk PTN dan mendapat beasiswa secara tidak langsung saya sudah membantu orangtua saya”, begitu ujarnya sambil keluar dari ruangan guru tersebut.
Aura kemarahannya dapat saya rasakan bersamaan dengan jatuhnya bulir air dari mata siswa tersebut yang menceritakan kepada saya sambil sesunggukan. Kala itu, saya tidak berkata apa-apa karena saya yakin siswa saya tersebut hanya ingin didengarkan keluhnya.
Sekilas mungkin yang dikatakan guru tersebut memang benar, yang namanya kuliah tidak harus di PTN, di swasta juga bisa, namun hal tersebut “tepat” dikatakan jika memang tidak memiliki kesempatan untuk mendaftarkan ke PTN, sedangkan siswa tersebut termasuk siswa yang berprestasi di sekolah sehingga Ia merasa bahwa nilai-nilainya mampu membuatnya lulus di PTN.
Membuat pemikiran para siswa SMK untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi, terutama Perguruan Tinggi Negeri, tidaklah mudah. Karena, tujuan awal orangtua menyekolahkan anaknya di SMK adalah agar dapat langsung bekerja setelah tamat dari SMK. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, karena salah satu tujuan SMK adalah menyiapkan siswa yang siap bekerja setelah menamatkan pendidikannya.
Sebagai salah seorang alumni yang menempuh pendidikan di SMA namun saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri lulus di Fakultas Teknik dengan jurusan Teknik Sipil, membuat saya berpikir mengapa bukan lulusan SMK yang lebih tepat lulus di semua Fakultas Teknik? Ditambah lagi salah seorang teman saya yang lulusan SMK lebih cepat memahami materi yang disampaikan dosen dibandingkan kami--terutama sayayang lulusan SMA. Pengalaman selama duduk di bangku kuliah tersebut yang saya coba tanamkan kepada siswa saya, bahwasanya mereka juga berhak dan mampu menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri yang jurusannya sesuai dengan kompetensi yang mereka ampu saat di bangku SMK.
Namun memang, pemikiran tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh orangtua siswa dengan alasan biaya bahkan juga tidak sepenuhnya didukung teman sejawat yang bekerja di instansi yang sama. Akan tetapi kendala-kendala tersebut tidak melunturkan niat saya untuk memotivasi siswa agar melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, toh pemerintah juga telah menyiapkan program-program terbaik bagi siswa yang memiliki akademik terbaik pula. Mengapa tidak dimanfaatkan. Bahkan pemerintah juga telah menyiapkan bantuan-bantuan beasiswa melalui program Bidikmisinya bagi siswa yang memiliki nilai akademik yang baik dan tergolong tidak mampu.
Saya terus meyakinkan mereka bahwa “Tuhan meninggikan derajat bagi orang yang berilmu, maka belajarlah terus dengan bersungguh-sungguh. Dan jika dengan belajar kemudian kalian mendapatkan pekerjaan yang layak dengan gaji yang layak pula, itulah bonus dari Tuhan atas kerja keras kalian selama belajar.” Begitu ujarku.
Selain memberikan motivasi, saya juga yang mendaftarkan mereka secara online  saat pendaftaran SNMPTN. Dari 60 siswa TKBB di tahun ajaran ini, 15 orang di antaranya tertarik untuk mengikuti SNMPTN dan 5 di antaranya dinyatakan lulus di PTN yang ada di Sumatera Utara salah satunya siswa yang menghampiri saya sambil menangis tersebut. Alhamdulillah.
Banyak kegiatan yang telah disiapkan pemerintah selain program-program untuk memasuki PTN di antaranya yaitu Lomba Kompetensi Siswa (LKS) yang tiap tahunnya diadakan di SMK seluruh Indonesia. Perlombaan tersebut disesuaikan dengan bidang kompetensi masing-masing. Tidak hanya bagi siswa, pemerintah melalui Tim Kesharlindung Dikmen juga membuat sebuah program perlombaan bagi para guru SMK yaitu Lomba Kreativitas Guru (LKG). Hal ini mendorong saya mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Kesharlindung Dikmen terutama bagi guru produktif seperti saya yang mengajar bidang studi kejuruan Teknik Konstruksi Batu Beton (TKBB) di SMK Negeri 2 Binjai.
Kegiatan LKG ini awal dilaksanakan di tahun 2017, namun sangat disayangkan para guru produktif tidak banyak yang mendaftarkan diri dalam perlombaan tersebut sehingga kegiatan LKG ditunda pelaksanaannya. Dan akhirnya pada tahun 2018 kegiatan tersebut terlaksana. Banyak persyaratan yang harus dikerjakan oleh para peserta yaitu pembuatan RPP sesuai dengan bidang yang diampu, penulisan Best Practice berdasarkan kegiatan praktik yang dilaksanakan di sekolah yang menghasilkan suatu produk, menulis artikel gagasan ilmiah sesuai dengan kompetensi keahlian yang  dilombakan, dan jika sudah dinyatakan lolos berkas, para peserta akan melakukan ujian online sesuai bidang kompetensi keahlian dan ujian praktik juga sesuai dengan bidang kompetensi keahlian.
Modal utama saya mengikuti kegiatan perlombaan ini adalah pembuktian kualitas diri dan jurusan kami yang sedikit dianggap “tertinggal” dibandingkan dengan jurusan yang lainnya yang ada di instansi kami. Bermodalkan kemauan yang tinggi dibantu dukungan dari para siswa jurusan TKBB timbullah ide untuk membuat suatu produk yang lagi booming, setidaknya di daerah kami yaitu “Kotak Hantaran”. Selama dua minggu kami mengerjakan kotak tersebut, dan segala biaya pembelian bahan pembuatan kotak tersebut dari uang pribadi saya. Saya ingat betul kala itu masih dalam suasana bulan Ramadhan namun siswa-siswa saya tak luntur semangatnya membantu saya menyelesaikan produk kami ini. Alhamdulillah, produknya jadi dan yang paling menarik itu ada kakak dari salah seorang siswa saya yang akan menyewa produk kami tersebut untuk hantaran pernikahannya di awal lebaran. Masya Allah, berkah-Nya.
Keberkahan-Nya kembali saya rasakan di awal bulan Oktober 2018, saya mendapat info melalui pesan WhatsApp oleh seorang teman yang berada di Padang bahwasanya saya terpilih menjadi peserta LKG dan akan diberangkatkan ke Jawa Timur tepatnya di PPPPTK BOE Malang. Saya yang saat itu sedang menjadi peserta diklat di PPPTK Medan dan sedang melaksanakan ujian praktik secara spontan melompat kegirangan membaca pesan singkat dari teman saya tersebut. Akhirnya saya berhasil membuktikan kepada para siswa, bahwa gurunya bisa terpilih menjadi salah seorang peserta dari tiga orang peserta terpilih di Sumatera Utara yang mengikuti LKG 2018. Kerja keras kami membuahkan hasil yang baik. Kolaborasi terindah antara guru produktif dengan siswanya, begitu kalimat yang saya sampaikan di group WhatsApp saya dan para siswa kelas XI  TKBB 1.
Pelaksanaan LKG diadakan di bulan November 2018. Saya berangkat bersama seorang guru dari SMK Negeri 12 Medan. Seorang guru perempuan yang tangguh dan baik hati, yang dengan ketulusannya membiayai saya dengan membelikan tiket pesawat Medan-Malang  PP dengan total Rp4.000.000. Uang tersebut tergolong banyak apalagi ia memberikannya kepada saya yang baru dikenalnya karena mengikuti perlombaan yang sama dan berasal dari kota yang sama bahkan belum pernah bertatap muka sebelumnya. Hanya lewat komunikasi pesan singkat WhatsApp kepercayaan yang begitu besar. Memang biaya awal keberangatan itu sepenuhnya ditanggung oleh peserta, namun di akhir kegiatan perlombaan, segala biaya keberangkatan peserta dibayarkan oleh panitia pelaksana dari Kesharlindung Dikmen.
Sampailah kami di kota Malang. Perlombaan dilaksanakan selama tiga hari. Hari pertama kami melaksanakan ujian online dengan materi pedagogik dan keahlian kejuruan dilaksanakan di PPPTK BOE Malang. Di hari kedua kami melaksanakan ujian praktik. Saya yang kompetensi keahliannya konstruksi batu dan beton diuji dengan melakukan praktik pemasangan batu bata, bata hebel, pemasangan kusen jendela, balok latei dan keramik lantai. Praktik dilaksanakan tepat pukul 08.00 pagi dan berakhir pukul 19.00 WIB. Untuk bidang keahlian konstruksi batu beton, ada delapan orang guru finalis lainnya yang berasal dari beberapa provinsi yang ada di Indonesia yaitu Kalimantan Utara (dua orang peserta), Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, NTB, Riau dan Sumatera Utara.
Guru-guru dengan masa kerja yang lebih lama dibandingkan saya, sudah pasti memiliki “jam terbang” praktik yang lebih banyak pula. Hari ketiga perlombaan kami melaksanakan tes mengajar praktik. Tidak kalah berat pertarungan kali ini. Kami diminta mengajar di depan para siswa SMK dari daerah setempat. Saya katakan berat dikarenakan, logat bahasa yang biasa saya pergunakan yaitu bahasa Indonesia namun ketegasan suara seorang wanita suku Batak di hadapan siswa suku Jawa yang lemah lembut. Tak jarang saya lihat ada siswa yang mengernyitkan dahinya, mungkin bingung dengan penyampaian kalimat-kalimat logat Medan saya.
Jum'at malam di hari ketiga perlombaan, seluruh ruangan riuh dan pemandangan nusantara sangat kental terasa. Bagaimana tidak, semua finalis LKG menggunakan pakaian daerah masing-masing. Termasuk saya, yang kala itu mengenakan pakaian adat Melayu, karena saya salah satu dari tiga orang perwakilan provinsi Sumatera Utara khususnya kota Binjai, sedangkan teman yang lain menggunakan pakaian adat Batak dan mengenakan baju koko.
Ruangan semakin ramai, saat panitia mengumumkan pemenang dari LKG sesuai keahlian atau jurusan kami para guru produktif masing-masing. Ada 12 jurusan yang mengikuti kegiatan ini. Sedangkan pemenangnya hanya urutan 1, 2, dan 3 per jurusan.  Satu per satu nama para finalis yang menjadi juara dipanggil ke depan, termasuk jurusan yang saya ampu. Tersebutlah Pak Mahsun sebagai juara 3 dari Jawa Tengah, Pak Joko sebagai juara 2 dari Kalimantan Utara dan Pak Ismail juara 1 dari Kalimantan Tengah. Tak bisa dipungkiri, hasil praktik mereka memasang pasangan bata merah, Hebel, kusen jendela, keramik dan balok latei terbilang sempurna, rapi dan yang pasti tepat waktu.
Terbayang semua nasihat-nasihat Bu Yanti seorang finalis dari Kota Bima. Begini katanya pada saya saat menunggu urutan pemanggilan Ujian Mengajar Praktik "Ibu jangan terlalu tegang dengan kegiatan ini, dalam perlombaan itu sudah biasa jika menang ataupun kalah. Ibu bisa sampai di sini saja sudah menjadi pemenang karena ibu sudah bisa membangkitkan semangat kepada anak didik kita jika gurunya saja semangat menggali potensi diri, muridnya juga harus bisa". Bu Yanti melanjutkan, "Ibu tahu, saya bukan takut kalah, tapi saya takut mengecewakan guru-guru saya di BOE Malang ini yang sudah mengajarkan praktik kepada saya. Jika saya tidak bisa menyelesaikan tugas ini, betapa sedihnya mereka bu, itu yang saya pikirkan".
Berkat nasihatnya itu, kesedihan karena belum bisa meraih juara pun tertutup dengan rasa syukur karena Allah telah mempertemukan saya dengan guru-guru hebat di nusantara ini. Fabiayyi'alaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan.
Dinginnya AC di ruangan Aula Mahoni semakin tak terasa saat ibu Direktur menyebutkan jumlah nominal hadiah yang akan diterima sang juara. Sontak kami semua bertepuk tangan dan berulang-ulang mengucapkan selamat bagi teman-teman guru yang menjadi juara.
Kemeriahan pun berakhir, saat jam di dinding aula menunjukkan pukul 23.00 acara pun ditutup oleh panitia. Semua finalis kembali ke kamar masing-masing. Aura kebahagian Bu Fatimah teman sekamar saya dan juga teman sesama perwakilan Sumatera Utara yang mengajar di SMK Negeri 12 Medan terasa banget ke dalam hatiku. Hati kecilku bergumam, memang pantas ia menjadi juara, orangnya baik, dermawan, pintar dan tegas, semoga Allah memberkahi ia dan keluarganya yang sudah banyak membantuku.
Semoga semangat ini bisa membangkitkan semangat teman-teman guru produktif lainnya untuk mengikuti kegiatan yang ada di Kesharlindung Dikmen. Bukan hanya karena hadiahnya tapi karena banyaknya ilmu yang bisa kita dapat dari para guru se-Nusantara dan juga para jurinya. Dan Alhamdulillah semangatku mengikuti LKG ini “tertular” kepada Kevin Marsel salah seorang siswa TKBB yang turut andil membantu saya saat membuat produk untuk LKG. Kevin Marsel menjadi salah seorang peserta LKS kejuruan TKBB dan mendapatkan juara 1 tingkat Kota Binjai dan akan dilombakan kembali untuk tingkat provinsi dan nasional. Semoga Kevin dapat lolos hingga tingkat nasional. Aamiin.

Biodata Penulis:
Zahrani Harahap, lahir di Medan, 07 Februari 1983. Pada tahun 2004 sudah menyelesaikan pendidikan Diploma III di Politeknik Negeri Medan jurusan Teknik Sipil  dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Negeri Medan jurusan Pendidikan Teknik Bangunan dan berhasil wisuda pada tahun 2009. Pada awal Januari  2010 menjadi guru produktif kejuruan Teknik Konstruksi Batu Beton di SMK Negeri 2 Binjai. Pernah meraih juara 2 pada perlombaan penulisan artikel tentang kepramukaan untuk daerah Binjai.
Sudah memiliki dua buah buku Antologi Puisi bersama para guru lainnya yang mengajar di berbagai daerah di Indonesia. Karyanya berupa puisi, artikel dapat dilihat di blog www.zahraniharahap.blogspot.com. Karena aku bukan pejuang maka kuukir sejarahku dalam bentuk tulisan,” begitu motto hidupnya.

Spirit di Balik Keterbatasan (Contoh Tulisan Guru Penggerak)


Oleh: Hana Lisvanti

Hari yang sangat melelahkan. Tetapi tetap saja saya menikmatinya dengan sepenuh hati. Rutinitas tiada henti yang saya lakukan setiap hari seakan tak pernah berujung pada muara yang diimpikan. Itulah hidup manusia. Seiring bergulirnya waktu, roda hidup setiap perjalanan manusia masih terus berputar dan terus berputar serta selalu membawa perubahan.
“Sudah selesai, Bu!” Rara menyerahkan hasil tulisan khatnya kepada saya.
“Bawa kemari, Bu Guru mau melihat hasil karyamu hari ini !” kata saya sambil menerima kertas dari Rara. “Wah, bagus sekali! Ini sudah lebih baik dari yang sebelumnya. Tetapi, besok harus lebih bagus lagi ya.”
“Iya, Bu. Saya boleh pulang sekarang ya, Bu,” kata Rara merajuk manja.
“Iya, boleh. Tetapi Rara harus menunggu jemputan dulu ya,” jawab saya.
“Bu guru baik deh. Terima kasih ya, Bu. Assalamu’alaikum!” Rara menyalami saya.
“Wa’alaikum salam. Ma’as salaamah!
Fii amaanillah.” Rara berlari keluar kelas.
Rara, bocah perempuan berusia 9 tahun itu adalah murid saya yang sekarang duduk di kelas 3 sekolah dasar. Pergaulan Rara dengan teman-temannya sama seperti anak-anak pada umumnya. Suka bermain, usil, jahil, cerewet, bahkan terkesan tidak pernah diam jika ada di kelas. Yang paling membuat saya tertawa ketika dia meniru gaya princess atau cherrybelle. Tetapi setiap ada pembelajaran Bahasa, dia selalu mengamati dengan saksama dari setiap penjelasan saya. Saya menangkap ada sesuatu pada diri Rara. 
Bukan hanya Rara saja yang menjadi objek pengamatan saya ketika saya mengajar di kelas. Setiap anak didik saya pun menjadi objek pengamatan saya. Kebersamaan dengan mereka setiap harinya membuat saya akrab dengan mereka. Dengan keakraban yang saya ciptakan itu, saya bisa menggali cerita demi cerita yang indah dari mulut mereka. Saya bisa mengetahui rasa ketertarikan mereka terhadap suatu hal. Dengan begitu saya tahu apa yang mereka suka dan apa yang mereka inginkan.
Dari keberagaman sifat, karakter, kecerdasan bahkan latar belakang sosial yang dimiliki oleh anak didik saya tadi, saya mulai berpikir untuk menerapkan gaya belajar sesuai dengan kebutuhan mereka. Maka saya menerapkan pembelajaran yang santai dan menyenangkan bagi mereka. Saya juga mulai memahami mereka satu per satu dan mulai berusaha  menemukan kecerdasan yang mereka miliki.
Saya semakin menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh Rara adalah Kecerdasan Linguistik atau lebih dikenal dengan istilah “Word Smart”. Pengertian dari Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan seseorang atau individu dalam mengolah serta menggunakan kata dengan sangat baik, dilihat dari lisan ataupun tulisan. Rara adalah tipe anak yang sangat mudah sekali mempelajari bahasa percakapan, bisa menceritakan ulang informasi yang sudah diperoleh, menyukai seni peran dalam drama, suka berdiskusi, dan yang paling penting, Rara suka bicara di hadapan orang banyak.
Setelah saya menemukan Kecerdasan Linguistik yang dimiliki oleh Rara, saya mulai menggali potensi yang ada pada Rara. Dengan hafalannya yang kuat, saya mengarahkan Rara untuk menghafalkan pidato Bahasa Arab. Pada awalnya dia menolak, tetapi setelah saya motivasi, dia bisa menerimanya. Pada acara Festival Bahasa, Rara menyampaikan pidatonya dengan penuh semangat dan nyaris sempurna. Rara sangat percaya diri meskipun dia sadar dia masih duduk di kelas III Sekolah Dasar. Orang tua Rara pun sangat bangga atas prestasi yang sudah dicapai oleh anaknya
Goresan pena Rara juga sangat bagus, baik tulisan latin maupun tulisan Arab. Saya mencari celah dari kemampuan Rara ini. Saya ajari dia khat (menulis tulisan Arab sesuai dengan kaidah yang benar). Saya sengaja mengajari dia khat karena saya berpikir bahwa tidak semua anak bisa menulis Arab dengan baik. Ini adalah bakat Rara yang harus saya kembangkan. Di setiap waktu luang di luar jam pelajaran, saya memberi dia latihan khusus untuk belajar khat. Saya motivasi dia agar dia tidak pernah bosan dengan apa yang dia lakukan. Dengan senang hati Rara mendengarkan kata-kata saya.
Impian saya untuk menunjukkan keberhasilan Rara di mata dunia tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Seringkali Rara merasa sangat jenuh dengan apa yang dia kerjakan. Pun saya juga demikian. Terkadang saya sudah merasa sangat lelah untuk meneruskan membimbing Rara. Bagaimana tidak? Pada saat itu, saya baru saja melahirkan putri ke dua saya. Saya memutuskan untuk membawa putri saya ke sekolah agar saya bisa memberikan ASI eksklusif kepada putri saya. Alhamdulillah, Bapak Kepala Sekolah saya yang baik hati mengizinkan. Saya tidak berharap banyak pada waktu itu. Yang ada dalam benak saya, saya harus bisa melaksanakan tugas saya sebagai guru secara profesional dan membimbing anak didik saya ke gerbang keberhasilan mereka meskipun keadaan saya terbatas.
Pada awalnya, ini sangat sulit sekali, saya rasakan tugas saya menjadi sangat berat. Pagi hari, sambil menngendong putri saya, saya mengajak anak didik saya mengenal hal-hal baru yang belum mereka ketahui sebelumnya. Mereka tidak pernah mempermasalahkan keadaan saya. Kalau putri saya menangis karena lapar minta ASI, saya juga meminta waktu sebentar kepada mereka. Bahkan rasa toleransi mereka semakin terasah dengan keadaan kelas seperti ini. Capek sudahlah pasti. Lelah juga kadang tak tertahankan. Tetapi keinginan saya untuk membuat Rara berprestasi tidak akan pernah surut. Saya harus bisa membagi waktu saya semaksimal mungkin agar semua berjalan sesuai rencana saya.
Waktu demi waktu saya lalui. Tiba saatnya Rara akan mengikuti lomba MAPSI ke-20 tahun 2017 cabang Khat di tingkat Kecamatan Tayu. Saya tetap membimbing Rara & memberikan motivasi kepadanya. Rara juga masih sangat bersemangat untuk berlatih. Saya juga tak mau kalah semangat dengan Rara.
Dalam perlombaan itu, hanya Rara peserta yang duduk di kelas III SD. Peserta yang lain rata-rata sudah duduk di kelas 5 dan 6 SD. Saya tak henti menyemangatinya agar tidak menyerah dan terus berusaha mengikuti lomba dengan baik. Hasil jerih payah kami tidak sia-sia. Rara mendapatkan juara III dalam lomba MAPSI ini. Saya sangat bersyukur sekali. Orang tua Rara juga tak kalah bangga karena putrinya sudah bisa mencapai prestasi luar biasa dan membawa nama baik sekolahnya.
“Selamat ya, Rara. Kamu memang hebat! Bu Guru bangga sekali padamu,” kata saya memberikan ucapan selamat kepada Rara.
“Terima kasih Bu Guru, Bu Guru juga hebat karena Rara mendapat juara,” jawab Rara senang.
“Iya, sama-sama, tetapi Rara janji ya, Rara harus menjadi Juara I ya,” saya tak henti memberi semangat kepadanya.
“Siap, Bu, Insya Allah,” jawab Rara lagi.
Kegembiraan yang terpancar di wajah Rara tidak bisa disembunyikan lagi. Setelah saya memberi selamat kepada Rara atas prestasinya itu, saya memberikan hadiah kecil untuknya sebagai tanda penghargaan atas semua usaha yang selama ini sudah dilakukan. Penghargaan itu akan terus memacu semangatnya untuk berbuat lebih baik dan lebih berprestasi dari sebelumnya.
Rara adalah satu di antara anak didik saya yang lain yang sudah tampak kecerdasan bahasanya. Masih banyak anak didik saya yang lain yang masih menunggu saya untuk dibimbing sesuai dengan kemampuan, bakat dan kecerdasan yang mereka miliki. Maka, mari kita temukan potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak didik kita agar kita bisa mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan hidup mereka kelak.


Profil Penulis:
Hana Lisvanti, berprofesi sebagai guru di Fullday School SD Muhammadiyah Margomulyo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Meskipun belum banyak pengalaman dalam bidang menulis, tapi ia bertekad untuk memulai menapaki dunia literasi agar bisa menjadi guru yang berwawasan dan selalu mencari inovasi dalam dunia pendidikan. Kegemarannya berpetualang membawanya menemui hal-hal baru yang menjadi sumber inspirasi baginya untuk terus memperbaiki diri. Jurus mautnya “Man Jadda Wajada” telah memberikan semangat untuk dirinya sendiri maupun murid-muridnya selama 17 tahun masa pengabdiannya kepada dunia pendidikan, bahkan sampai saat ini. Cita-citanya saat ini adalah menumbuhkan budaya literasi untuk murid-muridnya.